Sunday, August 17, 2008

Keseimbangan hidup

Menanggapi testimoni terkait 100 tahun kebangkitan nasional, saya tak dapat berucap banyak. Memang seharusnya begitu sebab kita hanya dapat membuktikannya dengan perbuatan yang bertanggung jawab bukan? Dewasa ini sudah seharusnya kita ikut berlari mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih, sebagian orang menyebutnya sebagai zaman digital. tapi satu yang tak boleh kita lupakan, keseimbangan alam. Ingatlah bahwa kita juga punya nenek moyang yang mendahului kita mengawali kehidupan ini. Mereka punya kehidupan (yang kita sebut tradisional) lengkap dengan adat istiadat, kebudayaan serta perhitungan "aneh- aneh " yang menurut saya juga wajib kita lestarikan.

Terlalu egois jika kita menganggapnya sebagai kebohongan semata. Peribahasa kacang yang lupa sama kulitnya pun akan melekat pada kita. Tentu kita semua tidak mau dikata seperti itu bukan? Jadi menurutku tetaplah saling menghargai terhadap apapun dan siapapun sebab semua hal di dunia ini mempunyai sisi positif dan negatif.

Sedikit pendapat dari saya semoga dapat menambah keresahan kita terhadap negeri tercinta kita Indonesia.

Saturday, July 26, 2008
















Yang terlihat saat ini hanya hamparan biru,
bersih bening bagaikan anak sungai.
Menghias hati hingga luluh,
mendorong diri untuk berandai.

Angin senja mulai berhembus,
Surya juga melesat ke sudut barat.
Energi disesap pupus,
gumpal batu dililit akar rambat.

Dedaunan beralun lembut melingkar,
menggelitik telinga tembus ke hati.
Tak satu pun terpapar,
menyisakan sajak terperih

ps : dear my luph..
this is a little clue for you, thanx.

Tuesday, July 22, 2008

Subuh Tanpa Luluh


Jalanan sepi,
langit terhias semburat jingga.
Saat itu juga, angin lembah berhembus kencang.
Mereka putuskan keluar dari pondok,
kakinya menyentuh embun-embun suci.
Tak lama, Sang Surya mulai Kau sepuh.
Menghangatkan jiwa.
Menyinari arah,
hingga terlihatlah barisan hijau dedaunan teh.
Berujung indah pada naungan gunung.
Hari ini ataupun esok,
akan terlihat seperti ini.
Sadar, kenapa tak berangkat lebig awal saja?
Supaya dapat duluan yang "muda-muda"
Berbekal sesuap nasi,
aku mulai melangkahkan kaki,
mengikuti aroma harum pucuk-pucuk daun.
Ku ikuti saja kemauan hidungku.
Aku berangkat.

Banyak Rintangan, Mampukah Teater Bertahan



Layaknya orang-orang gunung yang berlarian menuju lembah-lembah hijau, sambil berteriak-teriak. Namun sekeras-kerasnya suaramu, ditelan saja oleh jurang yang sunyi. Dan angin dengan kesenangannya sendiri mengombang-ambing layang-layang hingga terpaksa terbang untuk sebuah keindahan. Sedangkan diseberang sana, bunga matahari memberikan alunan nafas semangat untuk mencapai suatu pengabdian dan perjuangan. Mengalun bagai gesekan dawai biola yang bergelora.


Dulu engkau teriakkan suara keras. Hari ini kau pun berteriak lebih keras. Apakah esok kau juga akan meneriakkan suaramu yang memecah itu? Apa sebenarnya maksudmu meneriakkan lengkingan suaramu itu? Jika saja kau teriakkan alunan nada indah dari pita suaramu, tentu saja tak akan sia-sia. Jurang yang sunyi akan mulai peka terhadapmu, yang senantiasa berteriak. Tak ada lagi layang-layang yang terpaksa terbang hanya untuk sebuah keindahan semu. Dan angin tak akan ramai sendiri dengan kesenangannya memporak-porandakan suasana lembah yang hijau. Kemudian bunga matahari akan senantiasa berbagi denganmu. Tentang pengabdian, perjuangan, keindahan serta kepekaan. Hingga pagi berganti pagi lagi, kalian akan selalu berbagi.

Teater. Tidak seperti dunia film, sinetron apalagi musik yang populer di kalangan masyarakat umum. Termasuk pihak-pihak perusahaan (swasta) yang bersedia memberi sponsor palaksanaan acara-acara film, sinetron dan musik. Dengan memberikan donasi sebagian dari keuntungan perusahaan kepada pihak-pihak penyelenggara, mereka juga dilumuri maksud-maksud komersial , tentunya lewat iklan-iklan yang diselipkan di dalamnya. Sebuah jurus pemasaran yang cukup jitu.

Sedangkan pertunjukkan teater masih belum bisa menjangkau itu. Animo masyarakat masih sempit terhadap dunia teater. Anggapan pertunjukkan teater hanya untuk kalangan ‘tertentu’ saja (hanya diperuntukkan kepada para seniman) merupakan kekeliruan yang masih berlangsung di kalangan masyarakat umum. Hingga setiap kali diadakan pementasan teater, hanya orang itu-itu saja yang memberikan apresiasi. Teater dirasa masih kurang menjual. Alasan inilah yang membuat pihak-pihak perusahaan (swasta) enggan memberikan donasinya (sebagai bantuan dana) untuk penyelenggaraan pementasan teater.

Punya ‘link’ itu sebuah keharusan
Kedekatan dengan pihak sponsor itu penting. “Kalo kita kenal dengan salah satu orang dalam pihak sponsor, pasti akan sangat membantu saat proses permohonan sponsor ataupun donasi,” ungkap Anang Hanani, ketua Persatuan Artis Film Indonesia serta pelaku seni teater. Hal lain yang perlu diperhatikan kita harus menghindari free ticket. “Minimal harus ditiketkan,” jelasnya. Selama ini dana memang masalah klasik yang selalu menghampiri saat kita berproses. Tidak adanya adanya dana sering memunculkan banyak alasan untuk meninggalkan teater. “Paling tidak, actor harus diberi uang bensin. Supaya bisa semangat dan rajin latihan,” guraunya.
Selain itu kita juga harus meningkatkan kualitas kita. “Jangan memandang kuantitas, tapi kualitas,” tambahnya. Jika kualitas kita dalam berkesenian sudah konsisten, sponsor ataupun donatur tidak akan berpikir dua kali untuk mendukung pementasan kita. Seiring dengannya, penonton pun akan mengalir santai menonton pementasan kita.

Harus mampu ‘merumat’ penonton
Tidak dapat dipungkiri, sebuah pementasan pasti memerlukan penonton. Dalam hal ini, penonton selain sebagai pelengkap suatu pertunjukkan, bisa juga sebagai tolak ukur terhadap keberhasilan kita terhadap karya yang kita usung. “Bagaimanapun juga setiap grup perlu memikirkan cara supaya punya penonton”, ungkap AGS Arya Dipayana, sutradara pementasan Republik Anthurium yang baru saja dipentaskan dalam Festival Seni Surabaya (FSS) 2008. AGS, begitu dia sering disapa, memaparkan beberapa cara, salah satunya kita harus membuat pertunjukkan/ pementasan yang ‘bagus’. Kata ‘bagus’ inilah yang masih menjadi misteri. Apakah kita harus kompromi dengan penonton? Mengikuti perkembangan selera penonton, seperti yang dilakukan film, sinetron atau bahkan musik.
Yang kedua, kita harus mampu ‘merumat’ penonton. “Biasanya kan selesai pementasan, kita tidak peduli lagi dengan penonton. Kalo udah, ya udah. Seharusnya kita bisa melihat daftar penonton di buku tamu. Kemudian, untuk pementasan selanjutnya, kita bisa mengundang mereka. Lama-lama pasti akan ada penonton yang loyal,” ungkapnya.

Teater hanya itu-itu saja
Meninjau pendapat penonton yang dalam kategori ini adalah masyarakat umum, mereka agaknya bosan dengan sajian-sajian teater selama ini. “Teater? Paling cuma itu-itu aja. Teriak-teriak, nangis and so on,” ungkap salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di Surabaya. Kalau pendapat seperti ini sampai muncul ke permukaan, siapa yang salah? Para pelaku seni agaknya harus meningkatkan kreativitasnya supaya masa depan seni teater dapat terkontrol dengan baik. Tidak mungkin kita menyalahkan penonton ‘awam’ yang pada saat itu menyaksikan pementasan kita. Kita sebagai penyelenggara harus bisa menyampaikan pesan simbolik yang lebih kreatif, tentunya dapat memberikan efek yang positif terhadap penonton yang kita rumat. “Terkadang pertunjukkan teater terlalu memberikan stereotype buruk tehadap suatu hal, misalnya tentang kritik terhadap kerja pemerintah yang selama ini banyak yang nggak bener, maksudnya koropsi. Padahal tidak semua orang pemerintahan melakukan tindak korupsi kan? Narasi seperti ini akan menimbulkan pemikiran buruk penonton terhadap pemerintah,” papar Budi Irawan, mahasiswa komunikasi STIKOSA-AWS. Ini adalah pekerjaan rumah bagi para pelaku seni teater, khususnya di Surabaya. Termasuk saya dan Anda.
(Norma)

Tuesday, June 17, 2008

bromo tanpa kasodo, tapi...


Helm ku ilang...
sekarang,
hp ku ikutan ilang juga...
aku,
apa aku akan hilang juga??
aku,
ya,, aku,,,
selalu menyebutku,,
kenapa aku ini?
teriak pun aku tak mampu..
aku ingin punyaku kembali...
aku ingin punyaku ada lagi,
punyaku,
tapi bukan yang baru.
punyaku yang selama ini menemaniku,
punyaku yang ada untuk ku..
punyaku yang aku sayang,
sayang tapi tak cukup perhatian.
kembalilah....
=(

Saturday, May 17, 2008

Tetap Matahariku

dia begitu terang,
sehingga dia bisa menghangatkanku
terus memberikan seluruh cahayanya untukku
terus memberikan ketenangan,
dan kebahagiaan saat dia ada di hadapanku
dia pun tak lupa meninggalkan jejak cahayanya untukku,
dan slalu iringi rinduku untuk dirinya.


Saat sepi,
sunyi dapat merasakan damai,
bisa memandang rembulan yang tersenyum pada bintang.
Seakan mereka abadi.
Tapi,
saat Sang Surya menyapa,
bulan menghilang.
Tetapi bintang tetap ada,
namun sayang tak terlihat.
Karna bintang tak kuasa menyaingi Sang Surya.
Dan kan begitu selamanya.

Tidak ada lagi tegur sapa yang manis seperti dulu,
mungkin benar tentang sifatnya.
Tapi otak ini terbiasa diskusi dengannya hngga larut,
hingga malam berganti dini.
Aku tlah manja padanya.
Aku memikirkannya.
Tapi ini fitnah,
bukan duka.
Dia memfitnahku dengan kabar dukanya.
Aku benci,
namun tak sampai hati.

Aku ingin mendengarkan suara bising.
Nah, sekarang telah ku dengar.
Dan aku sengaja melupakannya dengan bising yang mendekatiku.
Apa yang harus aku perbuat ?
Apa yang mesti aku harap ?
Kabar darinya tak kunjung sampai,
mungkin karna tidak dikirim.
Sayank,
ternyata aku mengharapnya,
puisinya,
kabar dukanya,
tawanya,
fitnahnya....

Sunday, March 30, 2008

Saturday, March 1, 2008

Malam Mingguan di AWS....

Penggarapan pentas Keliling 3 kota yang diadakan kami, seluruh anggota Teater Lingkar, membuat semua anggoat tim produksi dan tim kreatif harus mengadakan rapat secara rutin di kampus biru. Termasuk hari ini, kami berkumpul, rapat membahas revisi dalam tim produksi dan tim kreatif. Sebenarnya rapat dimulai pada pukul 12 siang, tapi kebiasaan molor yang sudah terlanjur membudaya pada semua anggota Lingkar (awalnya tidak termasuk saya), mengakibatkan rapat baru dimulai pada pukul 1 siang. Jujur saja  hari ini saya terlambat datang, hehe....Saya berabgkat dari rumah pukul 12 siang, setelah berbincang- bincang dengan saudara- saudara yang datang jauh- jauh dari Kalimantan. Saat melewati jalan Panjang Jiwo (dekat Aws) saya terguyur hujan deras, tetapi saya tetap melanjutkan perjalanan saya tanpa memakai jas hujan. Alhasil dalam jarak 1 km, guyuran hujan berhasil membasahi celana dan jaket saya.
Yaaa,, mau bagaimana lagi??? Sampai kampus, saya memarkir "mio" kesayangan saya di tempat biasa. Saya langsung menuju ke kantin Aws yang waktu itu lumayan ramai, sekitar 15 mahasiswa sedang bercengkerama dengan kelompoknya masing- masing. Diantara mereka, saya melihat jijay, semper, jenking, ote- ute dan wereng yang sedang asyik berbincang. Saya pun menghampiri mereka. Tak lama berbincang dengan mereka, kami pun menuju sekret Lingkar yang terletak sekitar 20 meter sebelah utara kantin AWS.
Tanpa basa- basi, rapat dibuka oleh jijay sebagai Sutradara dalam pementasan keliling "Kursi Rimba". Kami membahas susunan tim produksi dan tim kreatif, dana dan lain sebagainya.
Rapat berlangsung secara dinamis hingga berakhir pada pukul 5 sore. Setelah rapat, saya bermaksud membeli pangsit karena perut saya terasa begitu lapar. Saya berjalan menuju kantin, tapi ternyata para penjual makanan sudah pada tutup. Saya memutuskan untuk bergabung dengan Mas Adit yang lagi online di kantin, maklum sekarang di AWS sudah ada fasilitas WiFi. Kami download berbagai musik dan sekarang saya mencoba untuk mengisi blog saya dengan peristiwa- peristiwa yang terjadi di AWS saat libur kuliah. Tidak banyak mahasiswa yang rajin berkunjung ke AWS. Tapi saat ini terasa cukup ceria, malam mingguan di kantin tercinta bersama para jomblowers. Ada beberapa perjaka nganggur yang mencoba menghibur kami, pengunjung setia kantin AWS. Mas Bangkak asyik menggenjreng gitar kesayangannya, mas Contong mulai menggepuk jimbe milik Lingkar, mas ADit Petra, mas Bebek, dan Wereng bernyanyi menambah semarak malam ini.
Emm,, di sebelah kanan saya ada jenking dan mbak semper yang sedang asyik berbincang tentang penyembuhan jika kita sedang sakit batuk. Ada cara konyol untuk itu, coba tebak? Hehe, kata mbak Semper, dulu waktu dia masi kecil, kalau dia sakit gatal tenggorokan, tenggorokannya di sikat pakae biji kedondong!!!
Waduh, sepertinya saya harus cepat-cepat mengakhiri pelaporan ini, karena laptop ini milik Mas Adit Petra yang sudah ingin pulang.Pengennya sich punya laptop sendiri, tapi saat ini belum bisa tersosialisasi.
Tapi, tunggu tanggal mainnya...
Okay!!!!
Deee...=p

Tuesday, January 29, 2008

SURABAYA SKATE

Para remaja di Surabaya yang mempunyai hobi "mengendarai" papan skate mulai menunjukkan eksistensinya, seiring dengan semakin dikenalnya komunitas Surabaya Skate.


Awalnya, komunitas ini hanya terdiri dari beberapa remaja saja. Mereka adalah Iput, Putu, Naro, Dadang dan Adit. Mereka mempunyai hobi yang sama. "Kita sama- sama suku maen skate," ungkap Adit, mahasiswa semester 9 STIKOSA- AWS. Bersama Iput, Adit mengelola website dari komunitas ini, yaitu surabayaskate.2ya.com.
Para remaja yang menyebut diri mereka "anak lama" tersebut juga mengungkapkan bahwa banyak hambatan yang harus mereka lalui untuk bisa latihan skate. Di lapangan Kotamadya Surabaya (KS), mereka sering mengalami kehilangan alat dan sering diusir satpam. Kemudian mereka pindah tempat latihan ke lapangan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Tepatnya di dekat Fakultas Desain Produk ITS.

"Kalo di ITS, tempatnya lebih aman dan nyaman ketimbang di lapangan KS," jelas Adit.
Disinggung tentang tempat latihan, mereka mengakui bahwa di surabaya ini belum ada tampat yang benar- benar layak untuk dibuat latihan skate. Misalnya di Taman Bungkul Surabaya yang baru dibangun. "Kondisi semen sudah retak- retak. Model obstacle tidak sesuai (lebih sesuai untuk anak BMX). Dan lagi harus rela berbagi lapangan dengan anak BMX," ungkap Adit.
Meskipun begitu, para skater di Surabaya tetap semangat berlatih. Mereka ingin menunujukkan bahwa mereka professional dan kreatif. Tidak sedikit dari mereka yang ikut mengukir prestasi di dunia skate. Misalnya Sani Harmadhani (20). Di tahun 2003, anak bungsu dari 3 bersaudara ini meraih juara I di acara Clear Se- Surabaya dan juara III di acara City Surf Open Se- Indonesia. Lulusan D1 jurusan desain grafis Kampus PCP Unair ini mengawali kegiatan skatenya saat masih duduk di kelas 1 SMP.
`"Waktu itu kalo latihan, aku sering jatuh dan harus dijahit. Tapi itu nggak bikin aku patah semangat. Malah bikin penasaran," ungkap Sani. Pengagum Steve Cabalero dan Christ Cole ini menggunakan papan skate berukuran 7.5 dan sepatu Vans saat latihan di Taman Bungkul Suarabaya. Ada lagi, Nasa, skater asal Sidoarjo yangmewakili ISA (Indonesian Skate Association) pernah disponsori Volcom, salah satu brand ternama.
"Komunitas kita juga ikut berpartisipasi dalam terbitnya majalah 'Happen Magazine'. Majalah ini gratis dan terbit sebulan sekali, setiap tanggal 20," ungkap Iput dan Adit yang menjabat sebagai distributor wilayah Surabaya. Anggota redaksi lainnya tersebar di beberapa daerah lainnya di Indonesia. Majalah ini membahas segala sesuatu tentang Skate, mulai dari style, sampai perkembangan tempat latihan skate di daerah- daerah di Indonesia.
Setiap tanggal 21 Juni dirayakan sebagai hari Skate Internasional, dengan motto "Leave Your Rutinity and Let's Skate". Para skater Surabaya pun ikut merayakannya dengan 'mengendarai' papan skate di jalanan. "Tentunya sesuai rute yang telah ditentukan. Tujuan kita mengenalkan skate kepada khalayak bahwa skate juga seperti olah raga pada umumnya, jawabnya jelas.